JAKARTA –Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) kembali memicu perdebatan. PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang memimpin konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) kini menanggung beban keuangan besar akibat pembiayaan proyek senilai puluhan triliun rupiah itu.
Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin mengakui proyek tersebut menjadi masalah serius bagi keuangan perusahaan. Dalam rapat dengan Komisi VI DPR pada Agustus lalu, Bobby menyebut proyek itu sebagai “bom waktu” dan berkomitmen menuntaskan persoalan utang bersama Badan Pengelola Investasi Danantara.
Baca Juga : Utang Kereta Cepat Capai Rp118 Triliun, Ekonom Sebut “Bom Waktu” bagi Keuangan Negara
“Masalah KCIC ini serius, kami sedang dalami dan siapkan langkah penyelesaian dengan Danantara,” kata Bobby.
Komisi VI DPR mendesak KAI menyusun peta jalan restrukturisasi utang KCIC. Anggota Komisi VI dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, menilai beban utang KAI meningkat tajam dalam dua tahun terakhir.
“Dalam enam bulan beban KAI sudah mencapai Rp1,2 triliun. Totalnya kini menembus Rp4 triliun lebih. Kalau tidak ditangani, 2026 bisa tembus Rp6 triliun,” ungkap Darmadi. Ia menilai kondisi ini bisa menekan kinerja anak usaha KAI yang seharusnya menyumbang keuntungan.
Meski utang proyek terus menumpuk, pemerintah menegaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak terdampak. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Suminto, menegaskan proyek KCJB murni menggunakan skema business to business antara konsorsium Indonesia dan China.
“Tidak ada utang pemerintah di proyek ini. Semua dilakukan badan usaha. KAI memimpin konsorsium Indonesia,” jelas Suminto di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Laporan keuangan KAI tahun 2024 mencatat PSBI merugi Rp4,19 triliun, sementara paruh pertama 2025 kembali mencatat kerugian Rp1,62 triliun. Kondisi itu membuat Danantara sebagai induk holding BUMN mencari jalan keluar.
Chief Operating Officer Danantara, Dony Oskaria, menyebut salah satu opsi yang dibahas adalah penambahan modal. “Pinjaman proyek Whoosh besar sekali. Kami pertimbangkan penambahan ekuitas atau skema baru agar operasional KAI tetap sehat,” ujarnya.
Danantara juga menyiapkan alternatif lain, termasuk kemungkinan mengubah sebagian infrastruktur KCIC menjadi aset negara agar bisa dikelola seperti Badan Layanan Umum (BLU).
“Kami ingin KCIC tetap berjalan optimal karena manfaatnya besar bagi masyarakat. Tapi kami juga ingin KAI tetap kuat sebagai operator transportasi publik,” tegas Dony.
Menteri Keuangan sekaligus Dewan Pengawas Danantara, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan pemerintah tidak akan menanggung utang proyek KCJB.
“Dalam perjanjian dengan China tidak ada kewajiban pemerintah untuk membayar. Struktur pembayarannya harus jelas dan itu cukup,” kata Purbaya di Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Ia menyebut Danantara memiliki kemampuan menutupi sebagian beban KAI karena setiap tahun menerima dividen BUMN hingga Rp90 triliun. “Cukup untuk menutup Rp2 triliun pembayaran tahunan proyek kereta cepat,” katanya.
Purbaya juga meminta Danantara lebih produktif dalam mengelola dana agar tidak terlalu banyak ditempatkan di obligasi pemerintah. Ia menilai dana itu lebih baik diarahkan ke proyek yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Purbaya menegaskan pemerintah akan meninjau ulang klausul pembayaran antara KCIC dan China Development Bank (CDB). “Selama pembayarannya jelas, tidak masalah siapa yang bayar, apakah KAI atau Danantara,” ujarnya.
Baca Juga : “Purbaya Ogah Bayar Utang Whoosh Pakai APBN: ‘Danantara Punya Duit Kok!’
Pemerintah kini menunggu hasil studi lanjutan dari KCIC mengenai restrukturisasi pembiayaan. “Kita lihat hasil studinya nanti, dan keputusan akhir tetap menunggu arahan Presiden,” pungkas Purbaya.(lie)