Kerabat keraton, KPH Eddy Wirabhumi, mengonfirmasi kabar duka tersebut. “Hari ini kita berduka. Beliau wafat pagi tadi di RS Indriyanti,” ujarnya. Setelah itu, keluarga segera menyiapkan prosesi pemulangan jenazah ke Keraton Solo untuk penghormatan terakhir.
Pakubuwana XIII lahir di Surakarta, 28 Juni 1948, dengan nama kecil Gusti Raden Mas Suryadi. Namun, di masa muda, ia sering jatuh sakit. Karena itu, sang nenek GKR Pakubuwana mengganti namanya menjadi Gusti Raden Mas Suryo Partono sebagai bentuk doa agar ia memperoleh kesehatan dan keseimbangan hidup.
Kemudian, pada tahun 1979, Kasunanan Surakarta menetapkan GRM Suryo Partono sebagai pewaris tahta Keraton. Ia menerima gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Hangabehi yang menegaskan posisinya sebagai penerus Pakubuwana XII.
Dalam perjalanan hidupnya, Hangabehi menunjukkan dedikasi besar terhadap pelestarian budaya Jawa. Ia memimpin Museum Keraton Surakarta dan turun langsung saat kebakaran besar melanda keraton pada 1985. Atas jasanya, Pakubuwana XII menganugerahkan Bintang Sri Kabadya I, sebuah penghargaan yang hanya diterima olehnya di antara seluruh keturunan raja.
Selain itu, Hangabehi juga meniti karier profesional di Caltex Pacific Indonesia, Riau, sebelum akhirnya kembali fokus menjaga tradisi keraton. Ia meraih gelar Doktor Kehormatan dari Global University (GULL), Amerika Serikat, atas kontribusinya dalam melestarikan nilai budaya dan spiritual Jawa di tengah arus modernisasi.
Akhirnya, pada tahun 2004, ia naik tahta sebagai Sri Susuhunan Pakubuwana XIII. Di bawah kepemimpinannya, Keraton Solo tetap menjadi simbol kehormatan, kebudayaan, dan spiritualitas masyarakat Jawa.(tim)


















