KUALA LUMPUR – Kawasan Asia-Pasifik kembali memunculkan kontras tajam dalam dinamika ekonominya. Malaysia menikmati lonjakan kepercayaan pasar setelah ringgit terus menguat sepanjang 2025. Namun di sisi lain, Selandia Baru justru kelimpungan karena ratusan ribu warganya memilih hengkang demi kehidupan ekonomi yang lebih stabil.
Ringgit Melonjak, Investor Berebut Masuk
Ringgit Malaysia tampil sebagai mata uang paling perkasa di Asia. Sepanjang tahun, ringgit menanjak konsisten hingga mendekati level tertinggi dalam hampir empat tahun terakhir. Para analis menilai penguatan ini muncul karena ekonomi Malaysia menunjukkan perbaikan nyata, sementara kondisi perdagangan global mulai lebih bersahabat.
Prediksi Bloomberg menempatkan ringgit berpeluang menyentuh kisaran 4,1 per dolar AS, level yang tak terlihat sejak Mei 2021. Prospek cerah itu terbentuk karena kebijakan suku bunga bank sentral tetap stabil dan investor asing kembali agresif masuk ke pasar obligasi.
Aliran modal asing pun membuktikan hal tersebut. Dana hampir USD 4 miliar mengalir ke obligasi Malaysia sepanjang 2025, mendorong likuiditas dan memperkuat optimisme pasar. Momentum ekspor yang terus pulih menambah dorongan, terutama setelah permintaan global kembali menggeliat.
Hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China juga menunjukkan perbaikan. Efeknya, investor global kembali memandang Asia Tenggara sebagai kawasan paling menjanjikan. Tim riset Maybank bahkan menilai sentimen positif terhadap ringgit bakal bertahan, karena banyak perusahaan masih menyimpan valuta asing yang siap dikonversi.
Di perdagangan Kamis (13/11), ringgit tangguh di kisaran 4,13 per dolar AS, mempertahankan tren penguatan sepanjang tahun.
Selandia Baru Ditinggal Warganya, Krisis Makin Nyata
Kondisi berbeda muncul di Selandia Baru. Negara itu kini berhadapan dengan lonjakan emigrasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Data resmi menunjukkan ada 72.684 warga yang memutuskan pergi sepanjang 12 bulan terakhir. Sementara itu, hanya 26.318 orang yang kembali, sehingga puluhan ribu warga tetap bertahan di luar negeri.
Mayoritas dari mereka mencari peluang ekonomi yang lebih baik karena tekanan di dalam negeri terus memburuk. Memang, masuknya pekerja asing naik tipis sekitar 12.434 orang dibanding tahun sebelumnya, namun jumlahnya masih jauh lebih rendah dari puncak 2023.
Ekonomi Selandia Baru sendiri menyusut pada paruh awal 2025, dan para ekonom memperkirakan pemulihan berjalan lambat. Pasar tenaga kerja melemah, pengangguran meningkat, dan dunia usaha belum agresif membuka lapangan kerja baru.
Oleh karena itu, Australia menjadi pelabuhan utama para emigran. Statistik mencatat 58 persen warga yang hengkang memilih Negeri Kanguru sebagai tempat tinggal dan bekerja.
Situasi ini memberikan tekanan politik besar untuk Perdana Menteri Christopher Luxon. Klaim pemerintah mengenai perbaikan ekonomi bertabrakan dengan data terbaru yang menunjukkan kepercayaan publik terus menurun menjelang pemilu 2026.
Dua Arah Ekonomi Asia-Pasifik
Penguatan ringgit dan eksodus dari Selandia Baru semakin menegaskan jurang dinamika ekonomi di kawasan. Malaysia berhasil memanfaatkan momentum global untuk memperkuat fundamentalnya, sementara Selandia Baru harus menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi dan demografi tenaga kerjanya.(tim)


















